Jumat, 15 April 2016

Kembali ke Malang [ Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) ]

Hotel Savana Malang, dari tanggal 14-16 April 2016 kembali aku menggunjungi kota yang terkenal dengan apel untuk menghadiri undangan kegiatan peningkatan kompetensi pengelola Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG)dari Direktorat Jenderal Pendidikan Islam.
Perjalanan dari solo bersama bu Arina Hasbana menuju ke bandara surabaya tidak begitu mulus karena pesawat si kepala singa dengan dua baling balingnya tidak sesuai jadwal alias delay, gak tanggung tanggung delaynya sampai 2 kali, melelahkannn.
Sampai di bandara surabaya sahabat dari pamekasan cak rus sudah setia menunggu kedatangan pesawatku bersama mba idut dari pekalongan, padahal kita yang nebeng perjalanan surabaya-malang malah cak rus yang nunggu. Maap ya cak.. si sayap cap kepala singa lagi gak bersahabat.
Kembali ke masalah pprg, berdasarkan Inpres No. 9/2000, saat ini pelaksanaan Pengarusutamaan  Gender (PUG) diinstruksikan kepada seluruh kementerian maupun lembaga pemerintah dan non pemerintah di pemerintah nasional, provinsi, maupun kabupaten/kota untuk melakukan penyusunan program dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi dengan mempertimbangkan permasalahan kebutuhan aspirasi perempuan pada pembangunan dalam kebijakan, program dan kegiatan. Strategi tersebut dilaksanakan melalui sebuah proses yang memasukkan  analisa gender ke dalam program kerja, pengintegrasian pengalaman, aspirasi, kebutuhan dan kepentingan perempuan dan laki-laki kedalam proses pembangunan.
Perencanaan dan Penganggaran yang Responsif Gender (PPRG) merupakan salah satu bentuk penerapan strategi pengarusutamaan gender dalam pembangunan, khususnya dalam tahap perencanaan dan penyusunan anggaran. Dengan mengadopsi PPRG, kita mengakui bahwa perempuan dan laki-laki memiliki kebutuhan, persoalan dan perspektif yang berbeda. Oleh karenanya keduanya harus dilibatkan dalam pembangunan, agar tercipta Akses, Partisipasi, Kontrol dan Manfaat (APKM) yang merata demi mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender.
Ciri utama ARG adalah anggaran yang  sesuai dengan kebutuhan perempuan dan laki-laki, serta memberikan manfaat kepada perempuan maupun laki-laki secara adil. Melalui ARG, kesenjangan gender diharapkan dapat dihilangkan atau setidaknya dikurangi. Guna merealisasikan ARG, ada beberapa prasyarat yang dibutuhkan, antara lain:
  1. Kemauan politik (political will) dari berbagai pihak sebagaimana tertera dalam dokumen perencanaan strategis suatu Kementerian/Lembaga, termasuk kemauan dari pihak perencana dan pelaksana program maupun kegiatan;
  2. Ketersediaan data terpilah menurut jenis kelamin;
  3. Sumber daya manusia yang memiliki sensitifitas gender dan kemampuan untuk melakukan analisis gender;
  4. Sumber daya manusia yang memiliki kemampuan untuk melakukan pemantauan dan evaluasi kebijakan, program dan kegiatan yang responsif gender.
Penyusunan ARG tidak terlepas dari sistem perencanaan responsif gender yang diawali dengan metode GAP. Hasil analisis GAP itulah yang akhirnya dijadikan dasar untuk penyusunan dokumen penganggaran responsif gender yang dituangkan dalam format Gender Budget Statement (GBS).
Gender Budget Statement (GBS) sendiri merupakan dokumen yang menginformasikan suatu output kegiatan yang responsif  terhadap isu-isu gender dengan menyertakan alokasi biaya untuk menangani permasalahan kesenjangan gender. GBS disebut juga dengan Lembar Anggaran Responsif Gender (Lembar ARG). GBS dalam proses penganggaran disusun pada saat persiapan RKA-K/L. Sementara itu, materi yang telah tersusun di dalam GBS merupakan acuan dasar bagi pelaksana program/kegiatan di dalam penyusunan TOR (Term of Reference) dari suatu program/kegiatan. Agar dokumen GBS yang akan dibuat mencerminkan hasil analisis gender GAP yang telah dilakukan sebelumnya, perencana sebaiknya memperhatikan proses transformasi berbagai elemen yang terdapat dalam dokumen GAP ke dalam dokumen GBS

0 komentar :